Friday, February 23, 2007

Surat untuk Malaikat Maut

Puisi Untuk Munir, ketika tanahmu belum lagi kering setelah setahun

Wahai malaikat kematian yang bertahta di kegelapan
Kenapa tak lagi kau cabut nyawa kawan-kawan kami??
Mengapa kau mengunci diri di balik jeruji keterasingan
Berdiam diri dan malas bekerja.

Atau kamu ingin mengundang kami ke rumahmu
Lalu kau suguhkan kami minuman dan hidangan beracun
Dan dalam sekali sentakan kau tutup seluruh hidup kami
Jangan… jangan begitu… terlalu enak bagi kami

Terlalu enak jika bisa mati bersama
Terlalu enak jika akhirnya bisa berkumpul di neraka
Di alam sana bisa saja kami pengaruhi Tuhan untuk memecatmu
Dan namamu hanya akan tinggal sederet huruf yang lucu dan kering

Tanah belum lagi mengering setahun yang lalu
Daging belum lagi habis disantap cacing tanah
Tulang belulang masih putih utuh dan bercahaya
Gema belum lagi surut ketika puisi ini tercipta

Kenapa kau tutup wajahmu
Ketika suatu saat di tepi sebuah sungai tak bernama
Kita duduk menghadap ke sebuah tebing berwarna jelata
Tubuhmu gemetar ketika kusebutkan nama seorang kawan

Merasa berdosakah kamu atas perbuatanmu setahun silam?
Kenapa kau lakukan dengan curang?
Kenapa tidak dengan tangan mu sendiri?
Kenapa harus lewat makanan dari orang-orang suruhan?

Takutkah kamu??
Sepengecut itukah kau?
Jawab!!!! hai kau yang memegang setiap nyawa manusia!!
Sebab kini kami tak takut lagi, sebab kini kami menantangmu!!

Bandung, 3 September 2005

No comments: