Akulah yang bernama sedih
Yang kau bariskan pada airmata
Tersembunyi, tak mewujud
Sendiri bernama eksistensi
Akulah yang bernama dingin
Yang kau genggam bersama salju
Bersembunyi, tak terbilang
Lenyap bersama kebekuan air
Akulah yang bernama gelap
Yang kau lekatkan pada diri malam
Tersamar, namun nyata
Bersetubuh dengan manifestasi
Akulah yang bernama cinta
Yang kau tatap pada mata kekasih
Terabaikan, namun menggetarkan
Esa bersama ciuman pertama
Akulah dirimu
Yang membisikkan ayat-ayat tak beragama
Hadir disetiap helaan nafas yang terabaikan
Tak terlahirkan namun tak berujung
Akulah yang bernama Tuhan
Yang kau saksikan pada detik-detik dalam hari
Menjelma diri sepanjang musim
Tunggal bersama ruang tak berbatas
Aku, kau
Hanya kita yang tahu
Giessen, 8 Nopember 2007
Saturday, November 10, 2007
Thursday, November 8, 2007
Tetaplah Disitu
Berlebihan katamu
Jujur kataku
Cengeng katamu
Berperasaan kataku
Aku tak menulis untukmu
Aku menulis untuk kehidupan
Aku adalah kata pertama
Yang menitis dari awal penciptaan
Tetaplah duduk disitu
Bersama senja yang tak punya sikap
Giessen, 7 Nopember 2007
Jujur kataku
Cengeng katamu
Berperasaan kataku
Aku tak menulis untukmu
Aku menulis untuk kehidupan
Aku adalah kata pertama
Yang menitis dari awal penciptaan
Tetaplah duduk disitu
Bersama senja yang tak punya sikap
Giessen, 7 Nopember 2007
Selalu Begitu
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Jelata mengais hidup dari nasi sisa restoran
Memilah-milah menu yang belum basi
Memesan kelaparan dari rente kehidupan
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Misteri selalu terkandung dalam rahim malam
Pagi hari kadang tak sanggup membidani kelahirannya
Kalaupun lahir, kokok ayam telah menolak menjadi bapaknya
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Kota-kota menjelmakan diri menjadi mimpi
Meniduri siapa saja yang terbius candu urban
Langit seakan menjadi layar tancap opera kehidupan nan absurd
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Berputar-putar, menukik dan mencium bumi
Mencoba bangkit bersama musim semi
Namun angin terlalu kencang untuk sekedar berdiri
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Rindu, rasa cinta dan kematian menjadi tak berbeda
Entah sedih atau gembira
Hanya terpisah satu helaan nafas
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Hasil akhir kehidupan mungkin bernama sejarah
Tapi hidup belum berakhir, masih berlembar-lembar kuarto kosong
Menunggu kita menuliskan kisah menang dan kalah
Tak perlu kau baca semua ini, walau puisi ini mungkin untukmu
Jika hanya mencaci yang kau bisa, lakukanlah dengan hormat
Sebab setiap hidup merindukan kebebasan
Tak seorangpun bisa memenjarakannya...pun dirimu
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Setelahnya adalah melawan kekuasaan langit
Giessen, 7 Nopember 2007
Jelata mengais hidup dari nasi sisa restoran
Memilah-milah menu yang belum basi
Memesan kelaparan dari rente kehidupan
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Misteri selalu terkandung dalam rahim malam
Pagi hari kadang tak sanggup membidani kelahirannya
Kalaupun lahir, kokok ayam telah menolak menjadi bapaknya
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Kota-kota menjelmakan diri menjadi mimpi
Meniduri siapa saja yang terbius candu urban
Langit seakan menjadi layar tancap opera kehidupan nan absurd
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Berputar-putar, menukik dan mencium bumi
Mencoba bangkit bersama musim semi
Namun angin terlalu kencang untuk sekedar berdiri
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Rindu, rasa cinta dan kematian menjadi tak berbeda
Entah sedih atau gembira
Hanya terpisah satu helaan nafas
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Hasil akhir kehidupan mungkin bernama sejarah
Tapi hidup belum berakhir, masih berlembar-lembar kuarto kosong
Menunggu kita menuliskan kisah menang dan kalah
Tak perlu kau baca semua ini, walau puisi ini mungkin untukmu
Jika hanya mencaci yang kau bisa, lakukanlah dengan hormat
Sebab setiap hidup merindukan kebebasan
Tak seorangpun bisa memenjarakannya...pun dirimu
Selalu begitu, awalnya adalah marah
Setelahnya adalah melawan kekuasaan langit
Giessen, 7 Nopember 2007
Dibawah Langit Kurusetra
Drupadi baru saja mencuci rambutnya
Mensucikan diri dengan darah Dursasana
Sudah bertahun-tahun
Sejak kekalahan Yudhistira di meja judi
Durna dan Sengkuni dikutuki para dewa
Bharatayudha baru saja berakhir
Tak ada yang tahu siapa pemenangnya
Sebab kebenaran tak bisa tegak dengan peperangan
Ketika ribuan anak panah menembusi tubuh tua sang Bisma
Sejak itu, sosok suci selalu membuatku muak
Panah Arjuna dan kereta sang Wisnu
Menjelma sebongkah batu keangkuhan duniawi
Di sebuah senja, dari atas bukit pesakitan
Dibawah langit Kurusetra yang hitam
Kumuntahkan marahku
Perang baru akan segera menyingsing. Bersiaplah
Giessen, 7 Nopember 2007
Mensucikan diri dengan darah Dursasana
Sudah bertahun-tahun
Sejak kekalahan Yudhistira di meja judi
Durna dan Sengkuni dikutuki para dewa
Bharatayudha baru saja berakhir
Tak ada yang tahu siapa pemenangnya
Sebab kebenaran tak bisa tegak dengan peperangan
Ketika ribuan anak panah menembusi tubuh tua sang Bisma
Sejak itu, sosok suci selalu membuatku muak
Panah Arjuna dan kereta sang Wisnu
Menjelma sebongkah batu keangkuhan duniawi
Di sebuah senja, dari atas bukit pesakitan
Dibawah langit Kurusetra yang hitam
Kumuntahkan marahku
Perang baru akan segera menyingsing. Bersiaplah
Giessen, 7 Nopember 2007
Tak Ada Peradaban
Bangunan tua menara gading
Lukisan mahal dari kubangan darah
Benteng megah sejarah peperangan
Sejarah kemenangan dipayungi langit airmata
Tak ada peradaban kusaksikan
Tak ada, selain jejak perbudakan
Giessen, 7 Nopember 2007
Lukisan mahal dari kubangan darah
Benteng megah sejarah peperangan
Sejarah kemenangan dipayungi langit airmata
Tak ada peradaban kusaksikan
Tak ada, selain jejak perbudakan
Giessen, 7 Nopember 2007
Kita Memang Tak Pernah Bercinta
Kemarin
Kau belum disini
Hari ini
Kau tak jadi datang
Esok
Kau bukan kekasihku
Kita
Memang tak pernah bercinta
Kau dan Aku
Bukan siapa-siapa
Giessen, 7 Nopember 2007
Kau belum disini
Hari ini
Kau tak jadi datang
Esok
Kau bukan kekasihku
Kita
Memang tak pernah bercinta
Kau dan Aku
Bukan siapa-siapa
Giessen, 7 Nopember 2007
Sunday, November 4, 2007
Kenapa Kau Tanyakan
Tak sadarkah dirimu
Ketika kau tanyakan
Mengapa Cinta begitu cepat tumbuh
Dalam satu helaan nafas
Tak sadarkah dirimu
Begitu butakah kau selama ini
Atau kau memang tak tau
Bahwa begitu mudahnya dirimu untuk dicintai
Bukan hanya aku
Tapi oleh semua, yang masih memiliki kepala sekaligus hati
Semoga namaku masih
Kau cantumkan dalam waiting list
Giessen, 4 Nopember 2007
Ketika kau tanyakan
Mengapa Cinta begitu cepat tumbuh
Dalam satu helaan nafas
Tak sadarkah dirimu
Begitu butakah kau selama ini
Atau kau memang tak tau
Bahwa begitu mudahnya dirimu untuk dicintai
Bukan hanya aku
Tapi oleh semua, yang masih memiliki kepala sekaligus hati
Semoga namaku masih
Kau cantumkan dalam waiting list
Giessen, 4 Nopember 2007
Subscribe to:
Posts (Atom)