Mengenang Satu Tahun Kematian Pramoedya Ananta Toer
Gemeretak tulang pepohonan
Dingin berkelambu kabut temaram
Disaat kaki hujan menyentuh bumi
Sekali lagi terkenang aku akan congkakmu
Disaat malam begini
Kau selalu duduk menghadapi langit
Kau semburkan asap kegelisahan di depan wajahmu
Kau terkenang dan tak mau lagi menulis
Marah sudah menyatu dalam kerutan wajahmu
Batu karang selalu bersaksi akan gelombang laut
Bulan tertunduk, ketika matamu berkedip dan tak lagi membuka
Kematian merangkuhmu, disisinya berdiri keabadian yang tersenyum
Bandung, 30 April 2007
Wednesday, June 6, 2007
Isyarat Tak Terbendung
Deru nafasku berlari mengikuti keterburuanku
Brandenburg Tor tertinggal jauh dibelakang
Ketika melintas engkau di Charlottenburg Church
Kakiku sudah menapak di Checkpoint Charlie
Sedikit lagi,
Hampir saja kucium engkau di pipimu
Sebab tanganmu selalu menandakan isyarat tak terbendung
18 April 2002
Berlin
Brandenburg Tor tertinggal jauh dibelakang
Ketika melintas engkau di Charlottenburg Church
Kakiku sudah menapak di Checkpoint Charlie
Sedikit lagi,
Hampir saja kucium engkau di pipimu
Sebab tanganmu selalu menandakan isyarat tak terbendung
18 April 2002
Berlin
Keagungan Berjejak Darah
Lonceng gereja berdentang sepenuh jiwa
Usia berabad-abad tak membuatnya ringkih
Kagum sempat melintas di kepala
Tapi darah seolah berceceran disetiap dinding yang congkak
Apalah makna semua kekokohan dan keagungan ini
Di bawahnya tertindih para arwah pekerja paksa
Merindukan surga, yang datang tirani
Keagungan religius selalu berjejak darah
Islam, kristen, hindu, dan semua yang bertuhan
Seorang kawan yang muslim merabai pintu gereja
Terkagum-kagum dan khusyuk
Sambil mendongakkan kepala
Mulutnya berbisik ....Subhanallah
Aku beranjak pergi sambil bergumam
Haleluya...... darah dibayar darah!!!
13 April 2007
Marburg-Germany
Usia berabad-abad tak membuatnya ringkih
Kagum sempat melintas di kepala
Tapi darah seolah berceceran disetiap dinding yang congkak
Apalah makna semua kekokohan dan keagungan ini
Di bawahnya tertindih para arwah pekerja paksa
Merindukan surga, yang datang tirani
Keagungan religius selalu berjejak darah
Islam, kristen, hindu, dan semua yang bertuhan
Seorang kawan yang muslim merabai pintu gereja
Terkagum-kagum dan khusyuk
Sambil mendongakkan kepala
Mulutnya berbisik ....Subhanallah
Aku beranjak pergi sambil bergumam
Haleluya...... darah dibayar darah!!!
13 April 2007
Marburg-Germany
Rindu Dalam Dingin
Aku merinding diterpa rindu
Dua angsa berenang di sebuah kolam tak bernama
Kastil tua diliputi kabut tipis
Suhu udara dibawah nol derajat
Kedinginan mungkin membunuh manusia
Namun kerinduan selalu pasti menghilangkan nyawa
Pelan namun pasti, menyumbat jalan nafas
Dan terbanglah belenggu nirwana
Menujumu, menyulut rokok diatas balkon menikmati City Light
9 April 2007
Rauischholzhausen-Giessen
Dua angsa berenang di sebuah kolam tak bernama
Kastil tua diliputi kabut tipis
Suhu udara dibawah nol derajat
Kedinginan mungkin membunuh manusia
Namun kerinduan selalu pasti menghilangkan nyawa
Pelan namun pasti, menyumbat jalan nafas
Dan terbanglah belenggu nirwana
Menujumu, menyulut rokok diatas balkon menikmati City Light
9 April 2007
Rauischholzhausen-Giessen
Kemerdekaan Hanya Utopi
Memasuki halamannya yang rimbun
Udara dingin mengusik kenangan
Aku rindu warna dan panas tropis
Namun aroma wine menarikku kembali
Kecintaan akan kebebasan, menjadi candu tanpa penawar
Tanah yang sedang kuinjak menawarkan gairah
Aku menikmatinya, kuhirup nafas habis dan dalam
Sebab kemerdekaan hanyalah Utopi di kampungku
4 April 2007
Rauischholzhausen Castle-Germany
Udara dingin mengusik kenangan
Aku rindu warna dan panas tropis
Namun aroma wine menarikku kembali
Kecintaan akan kebebasan, menjadi candu tanpa penawar
Tanah yang sedang kuinjak menawarkan gairah
Aku menikmatinya, kuhirup nafas habis dan dalam
Sebab kemerdekaan hanyalah Utopi di kampungku
4 April 2007
Rauischholzhausen Castle-Germany
Subscribe to:
Posts (Atom)