Wednesday, June 18, 2008

Pada Alam

Rumah itu masih duka
Seorang lelaki telah meninggalkannya
Lelaki yang selalu menyambut pagi dengan segelas teh manis
Sangat manis, hingga tak tergantikan oleh kematian

Laki-laki itu dulunya kekar
Namun setahun yang lalu sudah begitu ringkih
Pun matanya selalu memancarkan kemerdekaan
Tapi sakit, selalu lebih kuat dari sang hidup

Laki-laki itu
Pernah ditawarkan kemewahan oleh kota
Namun lumpur sawah tak ingin ditinggalkannya
Yahh, tanah leluhur membuatnya berpaling dari kota

Sebagai pemberani
Tak pernah dia berkata bohong
Karena baginya, kebohongan adalah pembangkangan atas takdir
Hatinya selalu menjadi pedoman dalam berkata

Sebagai lelaki dia punya seribu cita-cita
Tentang sawahnya, tentang anaknya, tentang petani, tentang bangsanya
Penyiar tivi selalu membuatnya gelisah
Namun tak ada yang bisa dilakukan

Laki-laki itu telah pergi
Bersama cita-citanya, bersama gelisahnya
Tinggallah kini seonggok kenangan
Bersama kuburan yang berbau sorga

Giessen, 18 Juni 2008


Untuk pamanku A. Bahrun Alam Nur, yang selalu membuka tangan untuk membantuku, dan mengajarkanku bagaimana menentukan pilihan. Selamat jalan dan kekal lah dalam kematian.

Karnaval Pasti Berakhir

Hidup selalu saja bagai karnaval
Riuh, riang dan berwarna
Mengusir luka dan penat sejenak
Setelahnya senyap ditelan kejauhan

Kehidupan memang bagai karnaval
Penuh karakter, jubah dan topeng
Berpijak pada aspal yang sudah tua
Namun menyelipkan senyumnya pada trotoar

Karnaval bagai hidup yang menyimpan luka
Berbaris berarak seakan tak berakhir
Aku masih di pojok, selalu dengan cemas
Karena pesta ini pasti akan berlalu

Giessen, 18 Juni 2008

Wednesday, June 4, 2008

Suguhan Luka

Jika jejak darah belumlah cukup
Maka tanah akan menumbuhkan pertanda

Jika amarah tak lagi terbendung
Biar sungai yang mengalirkan amuk

Jika caci maki menemu kebenaran
Jadilah anarki menjelma agama

Kamu, aku, satu bangsa
Hanya lukakah yang kau suguhkan?

Giessen, 4 Mei 2008

Tuesday, June 3, 2008

Sajak Untuk Tirani

Kami biarlah jadi debu saja
Biar api yang membakar langit

Giessen, 3 Juni 2008