Friday, February 23, 2007

Jiwa Haus Letih

Di puncak ini baru kusadari dinginnya kesendirian
Kebosanan punya banyak cara untuk membunuh
Lampu kota menyala satu persatu
Kilaunya memastikan aku jauh dari keramaian

Di puncak ini dingin menerpa bersama angin
Kencang menerbangkan sisa keteguhan jiwa
Semangat hidup redup bagai lentera kehabisan minyak
Jangkrik mendekap malam dengan bau rumputan

Di puncak ini edelweis enggan tumbuh
Gersang bagai onggokan pasir gurun
Dimana cinta tertulis dan hilang terhapus badai
Kekasihpun menjauh tanpa kecupan terakhir

Kesendirian mewujud utuh mengerikan
Tanpa busana menari di hadapan kehausan
Semakin cepat ritmenya, semakin tumpuan goyah oleng
Mencoba berpegang pada tiang rapuh kesadaran diri

Letih aku mengejar rembulan impian
Tak kunjung datang menyirami hati
Kudamba kehangatan bagai kudamba hidup matiku
Tetap saja dinding dan tumpukan buku menjawab bisu

Matahari akan terbit sebentar lagi
Menjanjikan sesuatu yang sama tak pastinya dengan malam
Dari puncak kesendirian aku menarikan kepedihan
Ketika jiwa haus akan tanah kekasih tak bermata-air

Bandung, 3 Nopember 2006

No comments: