Thursday, June 18, 2009

Air

Es adalah nama
Yang ditasbihkan cairan pada dingin
Dingin adalah sifat
Yang dititipkan udara pada beku
Beku adalah zat
Yang dilahirkan oleh persetubuhan padat
Padat adalah wujud
Yang dikekalkan oleh bentuk

Lalu dimana sang air?
Air adalah nama
Air adalah sifat
Air adalah zat
Air adalah wujud
Air meliputi segala sesuatu

Mengalir menuju kekasih
Mengalir menuju Tuhan


Banda Aceh, 18 Juni 2009

Selamat Tidur

Baringkan lelahmu di pundak malam
Selubungnya adalah pelindung para dewata
Ditaburinya tidurmu dengan kristal-kristal mimpi
Anginnya membelai wajahmu, lembut

Rebahkan gelisahmu pada pangkuan semesta
Cakrawalanya luas menampung paras jelitamu
Disisipkannya sebuah senyum yang indah dibibirmu
Hingga esok pagi menyambutmu dengan gempita

Matamu kini terbenam di ufuk tidur
Tak ada ambisi yang tersisa
Hanya kepasrahan pada malam yang memelukmu
Disisimu berjaga malaikat dengan kembang ditangannya

Selamat tidur, selamat malam
Kubetulkan letak bantalmu dengan pelan
Agar tak terjaga kau dari tidurmu
Biar esok matahari yang membangunkanmu

Ah kau pasti lupa, aku menjengukmu tadi malam

Banda Aceh, 18 Juni 2009

Wednesday, June 17, 2009

Menginginkanmu

Ingin kukatakan kepadamu
Bersandinglah denganku di altar suci
Tempat dimana anak adam dikawinkan
Namun kau berpaling tanpa gairah

Menginginkanmu adalah akhir
Dimana seluruh kebaikan ingin kupersembahkan
Tempat kubaringkan semua luka
Menepi dari hiruk pikuk jiwa remaja

Menginginkanmu adalah senja terakhir
Setelahnya adalah malam
Dimana cahaya tak dapat merambat masuk
Dan aku akan pergi bersama subuh

Bersama inginku yang kau tepis bersama hujan


Banda Aceh, 16 Juni 2009

Berhenti Disini

Waktu seakan berhenti disini
Tepat ketika kutemui perbatasan pagi
Dimana bunga-bunga kehilangan senyumnya
Dan harapan hanya tinggal dongeng anak-anak

Kemarikan tanganmu
Rasakan bagaimana jantungku berpacu
Kencang menggantikan detak pada dinding yang lusuh
Dan bayangmu menjauh dan mengabur

Aku sudah kehilangan keberanian
Hidup melahapnya bersama waktu yang silam
Tertinggallah sedikit untukmu
Pun tak akan mampu memecah kebekuanmu

Aku punya mimpi yang indah untukmu
Meski bagiku adalah siksa yang panjang
Namun matahari selalu membawanya pergi
Karena aku tak pernah hadir dalam rindu dan kenanganmu

Esok semua akan berhenti disini
Ditempat berpijak kita kemarin
Dimana aromamu kau tancapkan dan kau tinggal pergi
Setelahnya hanya bayangmu yang datang sesekali

Teruslah berjalan kekasih
Temui bahagiamu di tanah yang lain
Musim yang nanti akan membawaku bersama angin barat
Aku berhenti disini


Banda Aceh, 16 Juni 2009

Saturday, June 13, 2009

Hujan

Terima kasih telah mengirimkan hujan
Kau semai kembali ingatan masa lalu
Menyirami ladang masa lampau yang senja
Dimana benih harapan begitu menyiksa

Terima kasih telah mengirimkan hujan
Air yang jatuh bersamanya adalah makna yang biru
Mengaliri celah sungai tiada muara
Menumbuhkan rindu yang berdetak bersama waktu

Terimakasih telah mengirimkan hujan
Tanpanya hanyalah sepetak taman tanpa warna
Didalamnya hanya ada seonggok rasa sepi yang gersang
Sudut-sudutnya dihiasi lampion tak bertenaga

Terimakasih telah datang bersama hujan
Kau hadirkan riak-riak dipermukaan danau hampa
Aku selalu berharap kemarau tak membawamu pergi
Namun berharap menjadi begitu menakutkan

Terimakasih telah datang bersama hujan
Bersama jejak keberanian yang tersisa
Kukumpulkan kembali cinta yang berceceran
Mencoba meraihmu yang ingin kabur bersama malam

Hujan...Kau tidak akan mengerti
Betapa semua ini begitu misteri
Betapa hasrat ini begitu membara dan meruncing
Puncaknya adalah kegilaan akan wujudmu

Hujan...Kau tak akan pernah mengerti
Betapa pesta ini begitu biasa tanpamu
Kalau boleh lancang kuminta
Menetaplah disini bersamaku, selamanya.

Banda Aceh, 13 Juni 2009 (Sabtu)

Friday, June 5, 2009

Egois

Aku mencintai bayangan
Menyapaku setiap pagi di kedipan pertama
Melahap hidangan makan siangku sebelum kenyang perutku
Kudekap dalam tidur sepanjang malam

Aku mencintai bayangan
Tak mewujud
Datang dan pergi semaunya
Bayangan itu adalah diriku sendiri.

Banda Aceh, 5 Juni 2009

Monday, January 12, 2009

Tubuh Tanpa Bahasa

Akhirnya aku kehabisan kata
Selalu begitu, terbatas dan berujung

Akhirnya semua akan disini
Berkumpul disebuah ruang tak bernama
Bergelayut pada tepi telaga tak berpenghuni
Tak pernah bisa kujelaskan dengan kata, makna sepi dan kangen

Badai sebentar lagi akan tiba
Mendung menghembuskan kabar menakutkan
Gemetaran hanya sebentar
Setelahnya adalah ikhlas

Tak bisakah kau sunggingkan sejenak
Cinta tak bisa kumaknai tanpa senyuman
Dia tersembunyi dalam aroma lumpur pasar
Tumbuh bersama harga yang semakin tak tergapai

Akhirnya semua berhenti disini
Ketika aku tak bisa lagi berkata
Disaat semua begitu jauh tertinggal
Kutemukan diriku dalam tubuh tanpa bahasa.

Jakarta, 12 Januari 2009

Thursday, August 21, 2008

Yang Tersisa

Hanya ini yang tersisa dari kecerdasan kita
Sisanya adalah keberanian cinta yang ceroboh

Bandung, 19 Agustus 2008

Resep Air Mata

Matamu sembab semalaman
Hanya diam menggantung di dinding kamar yang berbau garam
Kita memang tak pernah bisa berterus terang
Namun genggaman tanganmu mengabarkan perpisahan

Kutemukan suratmu terselip di bilik tanpa isyarat
Meski terlambat tetap saja kusesali guratan takdir
Ketika kutuntaskan makna pesanmu
Telah kau tegaskan kata terakhir tanpa titik

Masih menyengat bau tubuhmu di ruangan ini
Berputar-putar bersama kisah kita yang segera akan kita tuntaskan
Aku merasakan kehausan yang misteri
Karena tak kutemukan penawarnya dalam larutan hidrogen

Segala tentangmu menggerogoti kakiku yang masih berusaha menopang
Kau yang selalu meredam dengkurku saat tak sengaja terlelap
Matamu yang selalu mencariku bersama pagi hari yang telanjang
Semua begitu sempurna hingga pergimu begitu mengguncangkan

Kau benar, aku bukan lagi petarungmu
Segala tentangku adalah menu tanpa alternatif
Kulihat kau diseberang perbatasan pagi
Aku disini tak bisa memulai lagi

Kau salah, jika kau pikir bisa menghapus kenangan dengan lupa
Sebab kenangan selalu melekat pada udara
Yang sepanjang sisa hidup akan kuhirup memenuhi rongga waktuku
Dimana tak ada lagi kosa kata untuk perpisahan

Bandung, 18 Agustus 2008

Pojok Bandung

Inilah saat yang tepat untuk pergi
Lipatlah seluruh kenangan di langit
Tampung dalam selembar kertas bergaris pelangi
Hujani dengan air mata sang pemberi wangsit

Ijinkan kuselipkan sebuah kenangan yang menyerupai angan
Meski tak ada lagi jejak keberanian tersisa
Aku kau dalam pusaran mata angin
Terbangkan seluruh kisah menuju nirwana

Percayalah pada wajah sang malam
Kelam namun jujur menanggung rahasia semesta
Gagap ku baca seluruh suratmu
Aku merasa malu meringkuk diujung kegamangan

Kau begitu putih ditengah badai kesendirianku
Arakan bidadari mengiringmu menjauh
Meninggalkan aku yang semakin menjelma titik
Kecil dan segera menemu fajar di bumi yang lain

Bandung, 17 Agustus 2008