Friday, September 7, 2007

Dibungkam Kebisuanmu

Kuikat diriku pada sebatang kerinduan
Aku tak mungkin merengkuhmu
Secawan cintamu telah membuatku mabuk
Namun kau berlalu tanpa menoleh

Mataku mencarimu di dinding-dinding kampus yang tua
Namun bayanganmu pun enggan melintas
Hanya seekor kelinci berlarian di taman tak bernama
Sunyi dan ragu-ragu

Musim panas eropa akan berlalu sebulan lagi
Namun aku akan tetap memaku diri
Marahku tiba-tiba saja memuncak
Tak lama, setelahnya hanya kesunyian membatu

Sehabis kuliah
Kususuri taman yang sama
Kelinci itu tak lagi nampak
Seperti cintaku dibungkam kebisuanmu

Gießen Germany, 7 September 2007

Tuesday, September 4, 2007

Kepada Si Kuda Terbang Maria Pinto

Lahir dari puingan masa yang berantakan
Kau melawan di tapal batas kegelisahan zaman
Kepak sayapmu seakan tak pernah lelah
Membuyarkan senyap dan ketakutan

Matamu selalu memicing ketika matahari mulai terbit
Mungkin siang membuatmu bergairah
Tapi ketakutanmu tak bisa kau sembunyikan
Karena virus flu tak hidup di suhu 16 derajat

Aku mengenalmu belum lama
Banyak yang tertinggal tapi lebih banyak yang akan datang
Tawamu selalu membekaskan kebebasan
Sebab pengekangan selalu membuatmu gelisah

Gießen Germany, 5 September 2007

Tunggulah


Detak waktu berjalan begitu sakit
Meninggalkan kenanganku yang sedang rewel
Bersamamu, tak banyak, tapi hampir saja membunuhku
Gemulaimu selalu memberi isyarat tak berpenghuni
Agustus mengabur di awal September
Itu berarti, aku harus pergi
Banyak yang ingin kukatakan
Namun dihadapanmu hanya diam jua yang memaku
Aku harus berbenah, aku tak mau ketinggalan pesawat

Menapaki koridor bandara, seakan bayangmu menguntit rinduku
Galaulah segala yang teratur
Terbanglah semua yang coba kutahan
Kumatikan ponselku
Bukan karena kehabisan pulsa
Tapi karena aku harus pergi
Tunggulah di Agustus yang sama
Setahun lagi

Jakarta, 3 September 2007

Harap di Ujung Entah

Mengingatmu adalah kekosongan
Sebab hari semakin sempit
Menyesakkan nafas di jantung yang berburu
Aku pergi hari ini
Untuk sesuatu yang entah
Hanya namamu ikut bersamaku
Setelahnya hanya harapan yang munumpuk

Jakarta, 1 September 2007

Pacar Jumat

Lahir dari puingan hampa
Hadirmu merambati dinding kesunyian hati
Selalu kunantikan dirimu di jalan itu
Mengintip dari balik kamar lengang
Namun dirimu tak pernah nampak
Karena kekasihmu selalu menjemput sepulang lelah
Hanya aromamu tertinggal tanpa busana.

Jakarta, 30 Agustus 2007

Wednesday, June 6, 2007

Ketika Matamu Berkedip

Mengenang Satu Tahun Kematian Pramoedya Ananta Toer

Gemeretak tulang pepohonan
Dingin berkelambu kabut temaram
Disaat kaki hujan menyentuh bumi
Sekali lagi terkenang aku akan congkakmu

Disaat malam begini
Kau selalu duduk menghadapi langit
Kau semburkan asap kegelisahan di depan wajahmu
Kau terkenang dan tak mau lagi menulis

Marah sudah menyatu dalam kerutan wajahmu
Batu karang selalu bersaksi akan gelombang laut
Bulan tertunduk, ketika matamu berkedip dan tak lagi membuka
Kematian merangkuhmu, disisinya berdiri keabadian yang tersenyum

Bandung, 30 April 2007

Isyarat Tak Terbendung

Deru nafasku berlari mengikuti keterburuanku
Brandenburg Tor tertinggal jauh dibelakang
Ketika melintas engkau di Charlottenburg Church
Kakiku sudah menapak di Checkpoint Charlie

Sedikit lagi,
Hampir saja kucium engkau di pipimu
Sebab tanganmu selalu menandakan isyarat tak terbendung

18 April 2002
Berlin

Keagungan Berjejak Darah

Lonceng gereja berdentang sepenuh jiwa
Usia berabad-abad tak membuatnya ringkih
Kagum sempat melintas di kepala
Tapi darah seolah berceceran disetiap dinding yang congkak

Apalah makna semua kekokohan dan keagungan ini
Di bawahnya tertindih para arwah pekerja paksa
Merindukan surga, yang datang tirani
Keagungan religius selalu berjejak darah
Islam, kristen, hindu, dan semua yang bertuhan

Seorang kawan yang muslim merabai pintu gereja
Terkagum-kagum dan khusyuk
Sambil mendongakkan kepala
Mulutnya berbisik ....Subhanallah

Aku beranjak pergi sambil bergumam
Haleluya...... darah dibayar darah!!!


13 April 2007
Marburg-Germany

Rindu Dalam Dingin

Aku merinding diterpa rindu
Dua angsa berenang di sebuah kolam tak bernama
Kastil tua diliputi kabut tipis
Suhu udara dibawah nol derajat

Kedinginan mungkin membunuh manusia
Namun kerinduan selalu pasti menghilangkan nyawa
Pelan namun pasti, menyumbat jalan nafas
Dan terbanglah belenggu nirwana
Menujumu, menyulut rokok diatas balkon menikmati City Light

9 April 2007
Rauischholzhausen-Giessen

Kemerdekaan Hanya Utopi

Memasuki halamannya yang rimbun
Udara dingin mengusik kenangan
Aku rindu warna dan panas tropis
Namun aroma wine menarikku kembali

Kecintaan akan kebebasan, menjadi candu tanpa penawar
Tanah yang sedang kuinjak menawarkan gairah
Aku menikmatinya, kuhirup nafas habis dan dalam
Sebab kemerdekaan hanyalah Utopi di kampungku

4 April 2007
Rauischholzhausen Castle-Germany